Peope viewing d'blax-blog

Tampilkan postingan dengan label bahasa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label bahasa. Tampilkan semua postingan

Jumat, Desember 31, 2010

My 2011 Resolutions

Sebelumnya, saya mau bilang kalau saya bukanlah tipikal orang yang suka menghabiskan malam dan memeriahkan acara tahun baru. Bagi saya, pergantian tahun tidak berbeda dengan pergantian bulan, hari, jam bahkan detik. Tidak ada yang spesial di malam maupun hari tahun baru.

Tahun yang baru bagi saya seperti sebuah buku yang siap untuk diisi dengan tulisan-tulisan. Sebelum menulis biasanya saya mempersiapkan kerangka pikiran tentang apa yang akan saya tulis. Kerangka pikiran ini adalah resolusi. Beberapa resolusi yang saya rencanakan untuk tahun 2010 berhasil saya jalankan, namun tidak sedikit juga yang gagal, berjalan di tempat bahkan tidak terlaksana. Seperti pepatah Belanda mensen ontwerpen, God beschikt.

Untuk tahun 2011, ada ratusan resolusi-resolusi yang ingin saya capai, namun hanya beberapa yang bisa saya tuliskan disini:
  • Meraih gelar sarjana dengan predikat cum laude.
Predikat cum laude sudah hampir mungkin saya capai namun menyelesaikan kuliah di bulan Maret masih lumayan sulit untuk dilakukan. Jika saya berhasil diwisuda pada bulan Maret, berarti saya hanya menempuh kuliah selama 3,5 tahun di Universitas Hasanuddin. Hal ini bisa saja jika saya mampu merampungkan skripsi dalam dua bulan. Sebenarnya saya tidak terlalu suka dengan hasil pekerjaan yang kurang maksimal, namun hal ini mungkin akan saya lakukan. Jika tidak, resolusi selanjutnya pun sulit dicapai di tahun ini.
  • Mendapatkan beasiswa dari pemerintah China atau Perancis dan melanjutkan kuliah S2 disana.
Saya memiliki lebih banyak passion dalam belajar dibandingkan bekerja. Hal itu membuat saya ingin melanjutkan kuliah untuk meraih gelar Master. Beasiswa yang ditawarkan oleh dua pemerintah ini memiliki batas penerimaan berkas pada kuartal pertama setiap tahunnya. Itu sebabnya, saya berharap bisa lulus secepatnya. Jika tidak, saya harus menunggu satu tahun lagi untuk memperoleh kesempatan ini.

Jika memang saya gagal untuk mendapatkan beasiswa dari pemerintah Perancis, saya akan tetap ngotot untuk kuliah di Negara ini mengingat murahnya biaya perkuliahan per tahunnya, tentunya dengan modal sendiri.
  • Bertualang ke Eropa.
Salah satu teman pernah berkata, 'Buat apa keliling Asia Tenggara? Toh yang dilihat hampir sama dengan yang ada di Indonesia! Mending kita ke Eropa sekalian.' Hal itu mendorong saya untuk bertualang ke Eropa, khususnya Belanda. Sebenarnya yang paling susah dari resolusi ini adalah untuk mendapatkan visa schengen, untuk memasuki wilayah Eropa. Thanks God, I've already got a sponsor for that. Dia yang akan membantu dalam pembuatan visa Schengen ini.
  • Membentuk voluntary club.
Ini juga mestinya resolusi yang sudah saya capai di tahun ini, namun karena beberapa hal akhirnya resolusi ini tidak dapat dilaksanakan. Namun mulai akhir 2010, resolusi ini sudah saya kerjakan. Bersama seorang co-founder, kami akan menjalankan kegiatan amal ini untuk membantu infrastruktur pendidikan di sekolah dasar di Makassar pada kuartal pertama tahun 2011.
  • Menguasai bahasa Belanda dan Perancis.
Awalnya, saya belajar bahasa Belanda untuk persiapan mengejar beasiswa NESO di universitas Belanda. Namun kesempatan itu tertutup karena mepetnya waktu yang saya miliki, akhirnya saya membatalkan rencana ini. Bukan berarti keinginan untuk menguasai bahasa Belanda pun berkurang. Saya tetap mau menguasai saudara bahasa Inggris ini karena sponsor yang menjamin visa saya tinggal di negara ini.

Bahasa Perancis juga menarik untuk dipelajari karena secara fonologis, bahasa ini enak didengar. Terlebih dengan keinginan saya untuk melanjutkan kuliah di negara Perancis membuat saya harus menguasai bahasa ini.

Poin-poin di atas merupakan cita-cita yang harus saya capai di tahun 2011. Saya menulis ini bukan bermaksud ingin memamerkan apa yang saya mau namun sebagai cambuk bagi saya ketika membuka blog ini. Agar saya harus mencapai apa yang saya inginkan.

Makassar, Jumat 31 Desember 2011 Pukul 8:10 Malam

Sabtu, Oktober 23, 2010

'Indon', Sebuah Penghinaan?

Malaysia. Mendengar nama Negara ini akan langsung membuat sebagian orang naik pitam. Mereka tidak suka akan ‘ulah’ yang dilakukan oleh negeri jiran ini. I was one of them. Karena itu, saya pernah memprakarsai untuk menunjukkan kebencian saya terhadap Malaysia dengan membuat baju bertuliskan ‘Visit Malingsia’. Malaysia dianggap sebagai Negara yang sering ‘mengklaim’ kebudayaan yang ada di Indonesia, menyiksa TKI yang mencari penghasilan di Malaysia dan berbagai penghinaan lainnya. Namun dengan berjalannya waktu, kebencian saya terhadap Malaysia memudar seiring bertambahnya pemahaman tentang kebudayaan, nasionalisme, human migration serta seiring meluasnya jaringan pertemanan dengan orang-orang dari Negara lain.

'Indon' for Indonesia and Indonesian?

Kita sering menganggap dihina oleh orang Malaysia ketika mereka memanggil kita dengan sebutan Indon. Istilah Indon dianggap memiliki makna yang buruk dan menjatuhkan dan bagi kita, panggilan ini biasanya hanya ditujukan kepada pembantu rumah tangga serta buruh asing yang berasal dari Indonesia. Namun di Malaysia, sebutan Indon ditujukan kepada semua orang Indonesia. Hal ini bukan berarti mereka menganggap hina semua orang Indonesia melainkan sebutan ini sudah menjadi hal yang biasa bahkan potensial bagi pemasaran suatu produk di Malaysia. Fenomena lain yang terjadi di Malaysia adalah penyebutan Bangla kepada orang Bangladesh.

Sebenarnya hal yang sama juga terjadi di Indonesia ketika menyebutkan kata Amrik, Aussie atau Singapur untuk merujuk Negara atau orang Amerika Serikat, Australia dan Singapura. Penyebutan tersebut dilakukan demi efisiensi.

Bahasa bersifat dinamis dan terus berkembang. Dinamika bahasa terjadi pula pada makna suatu kata. Berbagai faktor membuat makna kata dapat berubah atau bergeser dari makna sebelumnya. Perkembangan sosial dan budaya serta perbedaan konteks pemakaian merupakan faktor-faktor yang bisa mempengaruhi perubahan makna suatu kata. Dalam ilmu kebahasaan, sebuah kata dapat mengalami perluasan makna atau generalisasi. Contohnya, kata ‘bapak’ yang dulunya hanya untuk mengacu pada orang tua laki-laki namun sekarang kata ‘bapak’ berarti orang yang lebih tua atau memiliki kedudukan yang lebih tinggi.

Istilah Indon juga mengalami generalisasi di Malaysia yang dulunya hanya ditujukan kepada pembantu atau buruh dari Indonesia. Namun sepertinya, beberapa orang Indonesia tetap menganggapnya sebagai sebuah penghinaan. Akhirnya pada tahun 2007, pihak Indonesia memberikan protes resmi kepada Malaysia terkait penggunaan istilah Indon. Tidak lama kemudian, Malaysia mengeluarkan larangan penggunaan istilah ini. Media massa Malaysia pun sudah tidak menggunakan istilah ini lagi meski orang-orang Malaysia masih tetap menggunakannya.

Hal yang kurang berimbang dari fenoma penggunaan istilah Indon ini adalah kita menganggap Malaysia menghina kita melalui istilah tersebut namun beberapa media di Singapura, Filipina bahkan Australia, masih menggunakan istilah ini dalam headline berita mereka hingga saat ini. 

Sabtu, Juli 17, 2010

Terima Kasih, Not Just A Thanks!

Tadi pagi (17/7) setelah shalat subuh yang agak kesiangan, saya merasa lapar. I needed something to put in my stomach. Tapi sayangnya, kompor gas saya tidak bisa menyala karena gasnya sudah habis. Akhirnya saya memutuskan untuk mengambil uang untuk membeli gado-gado, meski pada akhirnya saya merasa kurang puas karena lebih banyak lontong dibanding sayurannya. Sebenarnya ada satu hal yang masih stuck di pikiran saya setelah membeli gado-gado tadi, yaitu ketika penjualnya mengucapkan ‘makasih’.

makasih, terima kasih, tarima kasi’, dan thanks merupakan kata-kata yang lazim diucapkan oleh seorang Indonesia, khususnya di kota Makassar, sebagai bentuk apresiasi atau penghargaan terhadap apa yang telah lawan bicara lakukan sebelumnya. Namun intuisi seorang linguist saya muncul ketika saya memikirkan tentang kata tersebut. Berikut analisis saya mengenai kata ‘terima kasih’.

Bagi saya terima kasih memiliki sense yang berbeda dengan thanks. Berdasarkan sumber yang saya baca, kata thanks berasal dari bahasa Inggris Tua, yaitu þancian. Kata þancian sendiri berasal dari Proto Jermanik, thankojan, yang memiliki akar kata dari Proto Indo-Eropa, tong. Namun, ketiga kata-kata yang membentuk kata thanks ini bermakna ‘perasaan’ dan ‘pikiran’. Jadi dapat saya simpulkan bahwasanya ‘thanks’ hanya berupa ungkapan syukur orang yang mengucapkannya.

Di Afrika Selatan, seorang penutur bahasa Afrikaans berterima kasih dengan mengucapkan tramma kassie. Saya tidak begitu yakin apakah sense dalam kata ini sama dengan yang dimiliki dalam kata yang berbahasa Indonesia karena menurut sejarawan Yahudi, Shlomo Sand, manusia cenderung malas menemukan kata baru yang mewakili sense dan meaningnya. Kecendrungan yang ada adalah manusia menggunakan sebuah kata yang sudah ada untuk mewakili sense dan meaning ketika kata tersebut pertama digunakan,(kembali) tanpa mempertimbangkan sense dan meaning awalnya.

 

Terima kasih terdiri dari dua kata yaitu ‘terima’ (accept atau take) dan ‘kasih’ (love atau affection). Ketika seseorang mengucapkan terima kasih, tidak berarti dia mengharapkan untuk mendapatkan ‘kasih’ dari lawan bicaranya.  Namun sebaliknya, there is a sense of spreading love or affection when someone say terima kasih to another.  We can simply say that ‘terima kasih’ means ‘accept this love’ or ‘take my affection’.

Hal ini ekuivalen ketika seseorang mengucapkan  dalam bahasa Arab السلام عليكم (as-salāmu `alaykum) atau שלום עליכם (shalom aleichem) dalam bahasa Ibrani yang merupakan frasa untuk menyapa ketika bertemu seseorang yang secara literal berarti ‘damai kepadamu’. Pada kedua frasa ini, juga terdapat sebuah pesan untuk menyebarkan kedamaian kepada semua orang.

Jadi, selain berupa ungkapan rasa syukur dan penghargaan terhadap orang lain, ‘terima kasih’ memiliki pesan yang kuat yaitu spirit of brotherhood dan rasa kasih saying serta persatuan yang dimiliki oleh pembicara dan pendengarnya. Oleh karena itu, jangan lupa berterima kasih kepada seseorang yang telah berjasa padamu. Pesan lain dalam pemaparan ini adalah saya tidak bermaksud mengatakan bahwa bahasa yang satu lebih baik dari bahasa lainnya. Namun bahasa-bahasa memiliki keunikannya masing-masing.

Terima Kasih!