Peope viewing d'blax-blog

Minggu, Januari 23, 2011

Vampires on Series T...

Okey! This week, let's talk about vampires! I'm not arguing whether vampires are real or not coz I have no authentic data about that. Since 2008, vampire-themed movies and series became more popular. At September 2008, True Blood, a supranatural drama about vampires came up. In the same year at November, Twilight whose market is for the younger became hit. The next year, September 2009, The Vampire Diaries, a series from the same book attracted teenager viewers.

The stories of those shows talking about vampire are based from vampire themed book. Only True Blood uses a different name to the book, The Southern Vampire Mysteries. Then, if they are all about vampires? What makes them different among each other? Here, I'm going to talk about the differences of the vampires, not the whole shows, in those three shows. I'm sorry for readers who don't speak English because I'm going to discuss this in Indonesian.

Twilight, The Vampire Diaries dan True Blood

Intertitle True Blood dan The Vampire Diaries serta cover buku Twilight

Sebenarnya, saya tidak terlalu mengikuti series Twilight, meski saya sempat menontonnya. Vampire di film ini digambarkan sangat berbeda dibanding vampire yang saya tahu, seperti takut dengan bawang, benda suci seperti air atau salib dan tonggak kayu.

Pertama kali melihat series The Vampire Diaries, kesannya hampir sama dengan Twilight; vampire, remaja dan percintaan. Namun, saya lebih menyukai karakter Elena dibandingkan dengan Bella di Twilight. Elena sedikit lebih punya passionate dalam hidup serta cukup pemberani. Tapi disini kita akan membahas tentang vampire yang menjadi tokoh utama di series ini. Mereka adalah Stefan dan Damon Salvatore.

Series True Blood dirancang untuk pencinta vampir yang lebih dewasa. Di series ini, adegan dewasa lebih banyak ditampilkan. Namun disini, saya tidak akan membahas hal tersebut ataupun karakter manusianya. Saya akan membuat perbandingan vampire di ketiga series ini.

Penampilan fisik

Vampire di Twilight umumnya memiliki wajah yang kelihatan pucat, kulit yang sedingin es, warna iris yang berbeda tergantung kebiasaan mereka. Vampire yang minum darah manusia dan vampire baru memilki warna iris merah. Sedangkan mereka yang minum darah hewan, memiliki warna emas. Setahu saya, vampire di Twilight tidak memiliki taring atau sepanjang tiga film ini, mereka belum menunjukkan taringnya.

Dari kiri: Edward Cullen. Stevan Salvatore dengan wajah seperti manusia dan wajah vampire-nya. Vampire Bill Compton

Vampire di The Vampire Diaries memiliki penampilan layaknya manusia. Wujud asli mereka baru kelihatan ketika mengalami emosi yang berlebih misalnya ketika marah. Mereka akan mengeluarkan taring, serta tampak urat nadi di sekitar mata mereka serta bagian bawah mata akan berwarna agak kemerahan. Vampire di series ini ada yang meminum darah dari manusia, tapi ada sedikit dari mereka yang meminum darah dari hewan seperti sapi atau kancil.

Penampilan fisik vampire di True Blood memiliki kesamaan di Twilight. Namun, vampire Twilight kelihatan lebih pucat. Di series True Blood, karena eksistensinya diakui oleh manusia, dan meski sudah ada darah sintetik hasil ilmuwan Jepang, sebagian dari mereka meminum darah manusia. Terdapat aturan sesama vampire yaitu manusia yang menjadi 'konsumsi' satu vampire tidak boleh diganggu oleh vampire yang lain.

Kekuatan
Vampire di Twilight memiliki kekuatan super, mampu mendengarkan dan melihat dari jarak jauh. Setiap vampire di series ini memiliki kekuatan spesial yang berbeda dengan vampire lainnya. Misalnya Edward yang mampu membaca pikiran manusia atau Alice yang bisa melihat masa depan.

Vampire di The Vampire Diaries memiliki kekuatan dasar yang sama seperti vampire di Twilight, seperti kekuatan super, kecepatan dan kemampuan menghipnosis. Hal ini juga terjadi pada vampire-vampire di True Blood. Di kedua series ini, vampire yang lebih tua atau maker dari vampire lain memiliki kekuatan yang lebih kuat. Ada juga vampire yang bisa terbang seperti karakter Eric di True Blood.

Kelemahan


Boleh dibilang, vampire di Twilight hampir tidak memiliki kelemahan. Mereka bahkan bersinar seperti berlian ketika terkena matahari. Meski tidak dapat tidur dan mati, mereka bisa dilumpuhkan dengan cara lehernya dipatah kemudian dibakar.


Dari serial The Vampier Diaries. Gambar kiri adalah tumbuhan vervain dan gambar kanan adalah Catherine/Elena plus tangan Stefan dan Damon yang menggunakan cincin yang telah dimantrai oleh penyihir.


Matahari menjadi kelemahan utama vampire di The Vampire Diaries. Namun hal ini bisa dihindari jika tempat mereka dipasangi kaca pelindung sinar ultra violet. Mereka juga masih bisa terhindari dari dampak matahari yang mampu membakar tubuh mereka jika berada di tempat yang tidak ada sinar matahari atau menggunakan benda-benda yang sudah dimantrai oleh penyihir. Vampire-vampire di series ini juga bisa dilemahkan dengan tumbuhan vervain, sejenis bunga berwarna ungu, ataupun ramuannya. Mantra-mantra dari karakter penyihir juga bisa membuat mereka lemah atau terkurung di suatu tempat. Namun vampire yang lebih tua biasanya tidak akan mempan dengan vervain bahkan tusukan kayu sekalipun.

Atas: Vampire Eric dan vampire Russell terbakar ketika mencoba menjemur di bawah sinar matahari
Bawah: Vampire Godric yang usianya lebih tua dari Yesus, terbakar ketika terkena sinar matahari terbit.

Di series True Blood, matahari betul-betul menjadi musuh, para vampire akan terbakar jika terkena sinarnya. Bahkan, vampire yang usianya lebih tua akan hangus tak bersisa jika terkena sinar matahari terbit seperti yang dialami Gordon. Tusukan kayu yang diarahkan di jantung vampire pada series ini dan series The Vampire Diaries mampu memusnahkan mereka. Bedanya di series ini, vampire yang tertusuk mulutnya akan mengeluarkan darah kemudian meleleh menjadi gumpalan darah sedangkan di Diaries, vampire akan menjadi kering seperti mumi. Sebagai tambahan, perak juga sangat ditakuti oleh vampire di series True Blood karena benda ini dapat melepuhkan kulit mereka.

Kiri: vampire yang tertusuk akan meleleh menjadi darah kental di serial True Blood
Kanan: vampire Lexi yang mati ketika tertusuk

Lingkungan

Vampire di Twilight tidak diketahui oleh manusia-manusia lain bahwa mereka eksis. Hanya sedikit manusia dan werewolf yang mengetahui kehadiran mereka. Sedangkan di The Vampire Diaries, selain orang-orang terdekat vampire itu, ada beberapa orang yang merupakan keturunan dari konsil pendiri Mystic Falls yang mengetahui keberadaan mereka. Werewolf dan penyihir juga mengetahui bahwa mereka eksis.

Edward Cullen yang bersinar ketika terkena sinar matahari

Berbeda dengan dua series sebelumnya, vampire di True Blood lebih terbuka keberadaannya. Mereka hidup berdampingan dengan manusia, bahkan mereka menuntut diadakannya amandemen hak vampire. Vampire di series ini memiliki pembagian wilayah. Mereka yang lebih tua menjadi sherif atas suatu wilayah, misalnya vampire Eric yang menjadi sheriff of Area Five di negara bagian Lousiana. Vampire di series ini dan di The Vampire Diaries tidak akan bisa memasuki rumah seseorang jika tidak diperkenankan untuk masuk.

Minggu, Januari 16, 2011

Politik Versus Seni

Kalau dilihat, sudah pasti dua bidang ini seperti dua sisi mata sapi, eh mata uang. Mereka saling berseberangan satu sama lain. Tapi kadang mereka juga bisa menyatu, misalnya seorang seniman, yang kebanyakan selebritis, terjun ke ranah politik. Atau ketika misalnya tema-tema politis diangkat untuk menjadi sebuah karya seni,sebut saja film, teater ataupun musik. Nah, yang paling terakhir ini mungkin paling sering dilihat dan didengar. Banyak musisi-musisi baik luar maupun dalam negeri yang mengambil tema politis sebagai ide untuk lagunya. Dari luar, sebut saja Will.I.Am, pentolan grup musik The Black Eyed Peas yang membuat lagu Yes We Can, berkolaborasi dengan beberapa artis dan atlet Amerika Serikat lainnya. Lagu ini merupakan bentuk dukungan politis dari orang-orang di daamnya kepada Barack Obama pada masa pemilihan presiden di tahun 2008 yang lalu. Lagu ini bahkan mendapat penghargaan dari Emmy Awards. Berbeda halnya dengan di AS, musisi-musisi Indonesia seperti Slank dan Iwan Fals, mengambil tema politis untuk mengkritik para politikus.

Bentuk kritik maupun pujian yang disampaikan oleh para seniman kepada politikus, bagi saya sebagai penduduk sipil biasa, merupakan cara mereka untuk memberikan pendapat atau dalam arti kasarnya ‘berbicara’. Namun kadang, kritikan dari para seniman ini ditanggapi secara ofensif oleh para politikus atau para pendukung politikus tersebut.

Lagu Yes We Can

Meski bukan seorang politikus, lagu berjudul Andai Aku Jadi Gayus oleh Bona Paputungan sekarang menjadilagu fenomenal sekaligus kontroversial. Sang pencipta lagu bahkan diteror. Entah siapa yang menerornya, Polisi masih menyelidiki kasus ini. Kasus ini membuat saya berpikir betapa pathetic-nya mereka yang menanggapi lagu ini secara berlebihan.

Saya jadi teringat kasus Dixie Chicks beberapa tahun silam. Natalie Maines, vokalis utama band country ini pernah sempat keseleo lidahnya ketika tampil di Inggris. Waktu itu, tahun 2003, invasi ke Irak yang dilakukan oleh Amerika masih menjadi berita yang hangat. Natalie mengatakan

Just so you know, we’re on the good side with y’all. We do not want this war, this violence, and we’re ashamed that the President of the United States is from Texas.

Yang terjemahannya “Asal kalian tahu, kami berada di pihak yang baik. Kami tidak menginginkan perang ini, kekerasan ini, dan kami malu karena Presiden AS berasal dari Texas.” Komentar Natalie langsung menjadi pembicaraan di media-media di AS. Meski mengangung-agungkan kebebasan berpendapat, komentar Natalie tetap saja dianggap sebagai bentukpenghinaan terhadap presiden. Mereka juga bahkan diteror, kaset-kaset mereka dibuang dan dibakar oleh beberapa penggemar mereka. Sebagai jawaban atas situasi yang mereka dapatkan, Dixie Chicks pada tahun 2006 menciptakan lagu berjudul Not Ready To Make Nice, dimana di dalam liriknya berbunyai

"And how in the world can the words that I said send somebody so over the edge.That they'd write me a letter,saying that I better shut up and sing or my life will be over."

Yang bisa diterjemahkan “Betapa kalimat yang saya ucapkan bisa membuat orang melampaui batas. Mereka mengirimkan saya surat yang menyuruh saya untuk diam dan hanya menyanyi, atau jika tidak,hidupku akan berakhir.” Lagu ini bahkan mendapat tiga penghargaan dari Grammy Awards.

Dixie Chicks' Not Ready To Make Nice

Dua hal yang terjadi di dalam dan luar negeri ini menunjukkan kepada kita betapa seni dan politik memang dua hal yang berbeda. Bagi saya, baik Dixie maupun Bona,menciptakan lagu sebagai bentuk pengekspresian pikiran dan perasaan merupakan hal yang wajar. Tidak ada alasan bagi orang lain untuk menanggapinya secara berlebihan karena itu memang profesi mereka. Melarang mereka bersuara seperti melarang bell boy untuk membuka pintu.

Minggu, Januari 09, 2011

Yahoo! Indonesia Provokes?

Judul diatas kurang lebih memprovokasi seseorang untuk membaca artikel ini. Begitulah yang saya rasakan ketika membaca artikel di Yahoo! Indonesia. Artikel itu muncul di halaman depan Yahoo! Indonesia ketika saya telah selesai mengecek e-mail saya kemudian sign-out. Artikel dari Yahoo! ini kemudian banyak di-copy and paste di beberapa forum seperti Kaskus, Kaori Nusantara, IndonesiaIndonesia dan Topix yang kemudian memunculkan komentar-komentar rasis dan bersifat menghujat terhadap orang Malaysia secara umum.

Berita dari situs Yahoo! Indonesia

Artikel di Yahoo! Indonesia memajang logo Antara yang memberi gambaran kepada pembaca bahwa artikel itu dikutip dari Antara. Namun, setelah saya memasukkan entri ke pencarian di situs tersebut, saya tidak menemukan satu artikel yang sama yang di tulis di Yahoo! . Baru setelah mencarinya lebih lanjut, ternyata berita tersebut hanya ada dalam artikel berbahasa Inggris di Antara. Artikel itu juga menggandeng situs Reuters sebagai sumber beritanya. Setelah melakukan pencarian di sana, saya menemukan kalau situs ini mengutip berita tersebut dari sebuah blog dimana blog itu sendiri mengutip berita dari The Telegraph di Inggris.

Berita dari situs The Telegraph

Jika dilihat, terdapat kesamaan isi berita yang ada di The Telegraph dan di Yahoo! Indonesia meski disajikan dengan dua bahasa yang berbeda. Namun, menurut saya, kalimat-kalimat yang digunakan di Yahoo! Indonesia cenderung provokatif dibandingkan dengan yang ada di Media Indonesia.

Berita dari situs Media Indonesia

Yahoo! Indonesia menggunakan dua istilah untuk menerjemahkan kata a temple medium yaitu 'pendeta di satu kuil' dan 'perantara di kuil'. Hal ini bisa membingungkan pembaca karena seolah-olah ada dua subjek yang berbeda yang terlibat sebagaimana yang disebutkan di artikel tersebut. Sementara, Media Indonesia menggunakan kata 'pemuka/orang kuil'.

Pada bagian Malaysians often seek spiritual aid from an assortment of faith healers, mediums and witch doctors to solve personal problems and work issues. Yahoo! Indonesia sudah menerjemahkan kalimat tersebut dengan baik. Namun hal itu malah memberikan pandangan secara umum bahwa orang Malaysia sering melakukan hal tersebut. Padahal, tidak ada survei atau pun polling ilmiah yang berkaitan dengan hal tersebut. Berbeda dengan Media Indonesia yang menyatakan hal ini sebagai sebuah fenomena yang sering terjadi. Jadi, terdapat dua pandangan yang berbeda dimana Yahoo! Indonesia menyudutkan orang Malaysia sedangkan Media Indonesia menyudutkan kelakuan beberapa orang Malaysia.

Bukan berarti dengan adanya berita ini, saya berhenti menggunakan Yahoo!. Melainkan, saya berusaha lebih kritis ketika menerima berita, terutama berita-berita yang berkaitan dengan Malaysia. Saya tidak mau menjadi seperti beberapa user di forum-forum yang saya sebutkan sebelumnya yang suka men-generalisir.