Peope viewing d'blax-blog

Kamis, Mei 05, 2011

Eat, Pray and Love in Ko Phi Phi

Kali ini saya mau mencontek judul buku Elizabeth Gilbert untuk judul blog saya. Disini, Saya akan menggambarkan pengalaman saya di Ko Phi Phi, Thailand bersama tiga teman saya.

Sebelum feri merapat di Ko Phi Phi Pier, dari jauh, pulau ini memang tampak mengagumkan dengan pantai berpasir putih, bukit batu dan laut birunya. Butuh sejam untuk menempuh perjalanan dari Ko Lanta menuju Ko Phi Phi. Ko Phi Phi terdiri dari dua pulau besar dan beberapa pulau kecil namun hanya Ko Phi Phi Don yang dijadikan tempat untuk berhuni. Di Ko Phi Phi Leh, tepatnya di Marina Bay, Leonardo DiCaprio pernah melakukan shooting untuk film The Beach.


Kanan: Ko Phi Phi Don; Kiri: Ko Phi Phi Leh


Koh Phi Phi Leh

Setelah tiba di Ko Phi Phi Pier, kami diharuskan membayar 'uang kebersihan pulau' sebanyak THB 20. Tidak banyak memang dan bagi saya, tergolong murah karena setelah memasuki dan menikmati Ko Phi Phi Don, saya berkesimpulan bahwa pulau itu memang bersih dan menakjubkan. Bermodal peta yang saya buat sendiri, kami berkeliling untuk mencari penginapan super murah plus yang mau mengijinkan kami menginap berempat dalam sekamar. Namun sebelumnya, Saya dan Muhe menunaikan kewajiban sebagai muslim terlebih dahulu. Kami shalat di mesjid terbesar dan mungkin satu-satunya yang ada di Ko Phi Phi. Saya baru tahu kalau pulau ini didominasi oleh Muslim ketika saya memutuskan untuk berlibur kesana.

Dari situ, kami pun dibantu oleh seorang warga lokal untuk mencari pengianapan murah. Meski pada akhirnya, kami tidak mendapatkannya. Tempat yang paling murah yang kami dapatkan adalah kamar seharga THB 400 per malam untuk dua orang karena pemiliknya tidak mengijinkan kami untuk tinggal berempat. Saya pun memutuskan untuk tinggal di Mesjid dan setelah Fia dan Muhe melakukan pembicaraan kepada remaja dan imam mesjid, kami diijankan untuk tinggal di asrama yang ada di mesjid itu. Gratis :p

Setelah masalah tempat teratasi, kami pun bisa menikmati Ko Phi Phi di sore dan malam hari. Sorenya saya dan Muhe pergi ke Hin Kom Beach. Saya pun bergabung untuk bermain voli bersama turis lokal dan asing yang ada disana. It was really fun. Hujan pun menambah keeksotisan pulau dan pantai ini.


Kiri: Hin Kom Beach; Kanan: Me on Hin Kom Beach


This coconut is quite cheap

Malamnya, kami berempat berkeliling di jalan utama (tapi kecil) di Ko Phi Phi Don. Waktu itu Ko Phi Phi ramai oleh turis karena masih dalam rangka tahun baru Thailand dan Festival Songkran. Ada pengalaman menarik yang saya dapatkan malam itu. Jadi, waktu itu kami singgah ketika melihat primata lucu berbaju merah yang digendong oleh seorang wanita. Beberapa bule pun ikut singgah dan mau meminta foto. Karena tempat wisata, wanita itu pun meminta THB 100 untuk berfoto. Primata itu memang menggemaskan bagi saya dan akhirnya pembicaraan antara saya dan seorang lelaki, mungkin suaminya, pun tak terelakkan.



Seorang ibu dengan primata lucunya

Him, "Where are you from?"
Me, "Indonesia!"
Him, "And are you Muslim?"
Me, "Oh, yes!"
Him, "Oh, you can take picture."
Me, "Do I have to pay?"
Him, "No pay."
Me, "Really. Thank you!"


Saya pun berfoto dengan primata lucu itu :p


Me with the ape

Saya juga baru tahu kalau orang-orang di Ko Phi Phi senang makan di luar teras mereka. Entah karena tidak ada ruangan makan di dalam ruko mereka atau memang itu adalah sebuah tradisi bagi mereka.


They really enjoy this. Oh, btw, the foods seem to taste good

Hari Kedua di Ko Phi Phi Don


Morning in Ko Phi Phi. Kiri: Ko Phi Phi Leh; Kanan: Kubah mesjid tempat kami tinggal. Kedua gambar diambil di atap mesjid



Trekking to Long Beach

Kami memutuskan pergi ke pantai lain yang ada di Ko Phi Phi. Namanya Long Beach atau (mungkin) Loh Moo-Dee. Untuk kesana, kami melakukan trekking selama kurang dari sejam. Perjalanannya cukup menantang namun bagi saya, semuanya akan terbayarkan. Sebelum tiba disana, kami singgah di pantai dengan batu-batu besar. Pemandangan yang sungguh menakjubkan. Setiba di Long Beach, saya hanya berenang dan sun-bathing (sok bule). Fia pun menemukan teman baru disana, seorang anak yang cari perhatian dengan kami.


Pantai berbatu yang kami singgahi sebelum ke Long Beach


Fia dengan teman barunya


Singgah dulu sebelum kembali ke Mesjid

Sore harinya merupakan puncak liburan kami di Koh Phi Phi. Kami merasa takjub dan senang ketika kami diajak oleh seorang remaja mesjid untuk pergi ke acara pengajian. Muslim di Ko Phi Phi sering melakukan pengajian sebelum memasuki malam Jumat. Setelah tiba di rumah yang empunya hajatan, kami pun duduk dan dibagikan Buku Yasinan untuk dibaca. Setelah selesai membaca, kami pun disuguhkan hidangan yang bagi saya sangat amat lezat. Salah satu hidangannya yang mirip cendol betul betul lezat. Saya belum pernah makan cendol seenak itu. Tidak cuman itu, setiap undangan mendapatkan amplop yang berisi uang. Alhamdulillah :D

Pengajian di rumah seorang Muslim di Koh Phi Phi

The awesome foods

Sebenarnya masih ada acara pengajian lain namun kami lebih memilih untuk menikmati sunset di view point of Ko Phi Phi Don. Lagi pula, perut kami sudah kenyang karena lezatnya makanan Thailand yang disajikan untuk kami. Untuk menuju ke view point dari tempat kami, ada dua jalur. Jalur pertama bisa dijangkau oleh kendaraan bermotor dan sepeda sedangkan jalur yang satunya berupa tangga. Jalur kedua yang lebih dekat kami ambil ketika sepulang dari view point.

Kiri: Saskia, Saya dan Fia menuju view point of KPP; Kanan: Marka menuju view point of KPP

Muhe' nda kuatmendaki. :D

Kiri: View of Koh Phi Phi Don; Kanan: At view point of KPP

Dari point view of Ko Phi Phi, kita bisa melihat pemandangan 'kota' di pulau kecil ini. Dari tempat ini, sunrise dan sunset bisa terlihat. Waktu kami disana, view point cukup ramai dengan pemandangan sunset yang mengagumkannya.


Us in View Point of Ko Phi Phi

Hari Ketiga 'See ya, Ko Phi Phi'

Di hari ini, kami harus pulang. Saya merasa belum puas menikmati pulau ini. Jadi, saya pergi mengelilingi pulau dengan sepeda serta melihat pantai diseberang pelabuhan, Lo Dalum. Pantai berpasir putih ini tidak kalah mengagumkan dengan dua pantai lainnya yang saya kunjungi di hari sebelumnya. Saya pun menyempatkan mengambil beberapa gambar di area sekitar pantai seperti gambar pohon kelapa yang ada di tengah jalan tapi tidak ditebang dan monumen peringatan tsunami yang terjadi pada tahun 2004.

Me at Loh Dalum Bay



Somewhere in the northern part of KPP

Thai buddhist stuffs

Sepulang dari Lo Dalum, saya membantu orang yang memberi kami tempat di asrama mesjid untuk membersihkan mesjid karena hari itu adalah hari Jumat. God, how could I forget his name?! Dia bercerita sedikit tentang masa lalunya dan kehidupan pribadinya yang cukup 'dramatis' kalau boleh dibilang. Kami pun menyempatkan mengambil gambar bersama dia sebagai kenang-kenangan dan kami harap bisa kembali ke Ko Phi Phi dan menginap kembali di mesjid itu. Gratis :p


Cheers before leaving Ko Phi Phi

Kamis, April 28, 2011

Incredible Thailand: Hat Yai, Trang and Koh Lanta

Saya hanya butuh lima hari liburan di empat kota di Thailand untuk menyimpulkan bahwa negara ini betul-betul mengagumkan. Bukan hanya pantainya yang indah, melainkan juga orang-orangnya yang ramah dan makanannya yang enak. Satu lagi, untuk liburan di Thailand, kalian tidak butuh uang yang banyak. Pengeluaran kalian akan sama halnya jika liburan di Indonesia. Saya bahkan belum pernah menemukan penginapan di Makassar dengan biaya THB 200 per malam atau sekitar IDR 60,000.

Perayaan Festival Songkran di Hat Yai

Saya dan tiga teman saya, Fia, Muhe dan Saskia, memulai perjalanan liburan kami di Thailand pada 12 April 2011 setelah kereta api yang kami tumpangi tiba di Hat Yai pada siang hari. Waktu itu, Hat Yai cukup ramai karena esoknya adalah perayaan tahun baru berdasarkan penanggalan Thailand yang mereka sebut Songkran Festival. Pada perayaan ini, tua-muda, laki-perempuan dengan timba, ember kecil ataupun pistol air, mereka turun ke jalanan untuk saling menyiramkan air kepada semua pengguna jalan, tidak terkecuali kami.

Kami tidak begitu lama di Hat yai karena kami harus menuju ke Koh Lanta. Kami pun mendapatkan tiekt murah dari travel agen yang ada di dekat mall di Hat Yai seharga THB 450. Untuk kalian yang berencana liburan di Thailand, supaya lebih murah, belilah tiket di terminal kota yang kalian kunjungi :) Sebelum ke Koh Lanta, minibus yang kami tumpangi transit di Trang. Perjalanan dari Hat Yai ke Trang memakan waktu tiga jam. Kami sedikit takjub ketika minibus kami berhenti sesaat untuk mengisi bensin dari sebuah gudang kecil.


Pom bensin di dalam gudang? :)


Landmark kota Trang


Muhe, Fia, Saskia dan Saya di kota Trang


Jajanan dan makanan khas Thailand di pasar malam di kota Trang. Favorit saya adalah roti isi seharga THB 20 (Gambar paling bawah)

Di Trang, kami harus menginap karena bus terakhir tujuan ke Koh Lanta sore itu sudah berangkat. Kami pun menyewa kamar di PJ's Guesthouse dengan membayar THB 200 per kamar. Trang adalah kota kecil yang mengagumkan. Dari sini, kita bisa naik kereta tujuan Bangkok. Landmark kota ini adalah sebuah jam yang berada tepat di tengah kota. Kami pun sempat menikmati pasar malam di Trang yang menjual pakaian, tas dan makanan. Saya pun lebih memilih menikmati kuliner-kuliner khas Thailand, khususnya Trang.


Berfoto dengan pemilik Guesthouse sebelum meninggalkan kota Trang

Setelah menikmati kota Trang, esoknya kami berangkat menuju Koh Lanta. Perjalanan ditempuh selama dua jam dan melalui dua pelabuhan fery karena Koh Lanta terdiri dari dua pulau besar yang saling berdekatan.

Penyebrangan feri di Koh Lanta dan ferinya.

Di Koh Lanta, kami turun di Sala Dan Pier untuk menaiki feri tujuan Koh Phi Phi. Ongkos untuk perjalanan ini adalah THB 250 di travel agen di sekitar pelabuhan itu. Biaya ini sebenarnya bisa lebih murah jika kalian tidak membelinya di travel agen, melainkan langsung dari empunya feri.



Muhe' di Sala Dan Pier, Koh Lanta, Krabi.

Rabu, April 27, 2011

Toradja: Land van de Mystici (Part II)

Third Day in Toraja: Batutumonga, Lokomata and Pana


Bolu market, they're also selling buffalos, including the most expensive buffalo


Sirih seller explaining how to 'nyirih' to Dragos

We started our journey at 7 pm. Aldy woke up late so we left him behind but it was not really far, he could reach us. The route for the day was the route that I, Fia and Aldy were supposed to take with Alex and Sascha. We took a minibus to Pasar dan Terminal Bolu for Rp 3000. In Bolu, we separated with Mark and Dragos for buying things to eat. I bought a milk and baroncong, a traditional Makassar food. We took quite much time for breakfast, so I decided to take pictures of famous buffalo in Toraja, one with pinky white skin and blue eyes. This buffalo is said to be the most expensive kind of buffalo.

Narrow shorcut to Batutumonga. Salute to the driver :)


A village on the way to Batutumonga which just held another funeral ceremony, could be abig one

View of terracing on the way to Batutumonga

When we met, Dragos wanted to have coffee but he didn’t want to pay Rp 5,000 for a glass of coffee. He said it was expensive for a glass of Robusta coffee. However, he found one which was only Rp 2,000 for a glass. Dragos and Mark then had their coffee while I and Aldy had a cup noodle for Rp 5,000. After we had breakfast, we went to a minibus that could take us to Batutumonga. We had to pay Rp 10,000 to reach the place. The driver took a shortcut to reach the place. It was a climb and narrow road which made my heart beat a little bit faster :D but the view was so much awesome. It somehow became a distraction for me. The terracing of paddy land was so beautiful, like they carved Sesean Mountain. Batutumonga and some palces we visited were in the foothills of Sesean Mountain. From these places, we could see Rantepao.


Left: View of Rantepao from Batutumonga; Right: Me with awesome view


Left: Place for bathing a buffalo. I bet he enjoys bathing in this awesome place; Right: A Stone graves on the way to Lokomata


Left: A very beautiful greenish rice paddy on the way to Lokomata; Right: A stone graves in Lokomata

From Batutumonga, we did trekking to Lokomata. In our journey, we met an Italian Antonia who had the same route to us. I was enjoying the trekking coz I could see a beautiful green paddy and a place for buffalo to bath with very clear and cool water. In Lokomata, we saw such a big stone with some quadrangle hole for putting coffin inside. From Lokomata, we planned to trek to Pana. After a long trekking, unfortunately, I got a wrong map. I argued with Antonio about this until I asked the local and she said that Pana was far in downhill. We left Mark and Dragos because they were busy to take picture of Torajanese house one place. We did hitch-hiking to get Pana.


Hitch-hiking from Lokomata to Pana with Antonio

Welcome to Pana!

In Pana, you can see one of the oldest stone graves in Toraja and one of two place with baby grave on tree. You have to pay Rp 5,000 for entry fee if you are a local tourist and Rp 10,000 if you are foreign. There is also a mini museum where you can try a Torajanese royal costum.


One of the oldest stone graves in Toraja which is located in Pana


Left: View of stone graves in Pana from another angle; Right: Tree used for grave for unborn baby. There are only two baby graves in Toraja. One of them is in Pana


Me in Royal Torajanese costume


View of Rantepao from Tikala


An old man playing a traditional Torajanese instrument made from Bamboo. He offered me his for Rp. 10,000

We planned to do another trekking to Tikala but we didn’t do it since it was quite long road. So we took a minibus back to Bolu for Rp 7,000. I was really tired at that time so I was kinda sleep in the bus. We then took another bus to Rantepao. Here, we wanted to have lunch while Antonio wanted to go to internet cafĂ©. We planned to back to Makassar together with the same bus the next day. The trip for that day was quite tiring but fun.

Fia, Aldy and Me on the way back to Makassar

We went back to Makassar in Sunday. We took a morning bus for Rp 85,000. Unfortunately, we could not go with Antonio since we took different bus.


Left: Hills in Enrekang; Right: Beach in Pare-Pare