Peope viewing d'blax-blog

Minggu, Januari 11, 2009

HARUSKAH SEBUAH NEGARA YAHUDI BERDIRI?

Ide sebuah negara Yahudi (dianjurkan oleh orang-orang Yahudi yang menyebut diri mereka "Zionis") merupakan sesuatu yang keramat dalam kecenderungan media di Amerika Serikat, yang tidak memberikan pertanyaan yang bisa memunculkan isu baru, khususnya bahwa banyak orang Yahudi yang telah lama menentang ide sebuah negara Yahudi. Pendirian Israel telah menjadi hal yang kontroversial diantara orang Yahudi. Para Yahudi yang menentang negara Yahudi meyakini demokrasi dengan kesamaan hak antara Yahudi dan non-Yahudi. Mereka juga berpendapat bahwa kedaulatan Yahudi belaka akan mendatangkan keburukan bagi orang-orang Yahudi lainnya.

NEGARA APARTEID

Apakah arti Yahudi terhadap negara Yahudi, Israel? Tidaklah berarti bahwa Israel merupakan sebuah negara dimana hanya orang-orang Yahudi yang hidup di sana. Seperlima dari populasi Israel adalah orang-orang non-Yahudi. Keyahudian Israel diwujudkan dengan sejumlah hukum yang memberikan hak dan keuntungan kepada orang-orang Yahudi dan tidak kepada yang lainnya. Hal ini merupakan kesalahan sehingga Israel tidak layak dikatakan sebagai negara Yahudi. Sayangnya hal ini benar, Yahudi dan non-Yahudi tidak memiliki persamaan di bawah hukum Israel.

Hakhrazat HaAtzma'ut atau Megilat HaAtzma'ut, deklarasi kemerdekaan Israel yang ditandatangani pada 14 Mei 1948 merupakan dua lembar naskah yang menjelaskan secara nyata bahwa Israel adalah negara Yahudi. Naskah tersebut menekankan bahwa otoritas di Israel dipegang penuh oleh orang-orang Yahudi: "Inilah hak alami bagi bangsa Yahudi untuk menjadi pemimpin terhada nasib mereka sendiri, seperti bangsa lainnya,terhadap negara kedaulatan mereka sendiri." Hal ini berulang-ulang dengan menggunakan frase untuk menekan poin-poin seperti: "bangsa Yahudi...di dalam negaranya sendiri," "bangsa Yahudi membangun kembali kampung halamannya," "negara Yahudi," "hak bangsa Yahudi untuk mendirikan negara mereka," "bangsa Yahudi dalam pembangunan negaranya," "kedaulatan bangsa Yahudi."

Dimanakah orang-orang Arab ditempatkan yang merupakan 20% dari populasi di Israel (tidak termasuk di Jalur Gaza dan Tepi Barat)? Deklarasi tersebut memberi perbedaan jelas antara orang-orang Yahudi, yang merupakan otoritas yang berkuasa penuh di Israel, dan orang-orang Arab yang menetap disana. Status kelas dua bagi bangsa Arab di Israel dikuatkan oleh hukum yang memberikan hak istimewa kepada Yahudi, dibanding oleh penolakan resmi terhadap kewarganegaraan orang-orang Arab atau hak untuk memilih dan duduk di pemerintahan. Sehingga naskah tersebut menyatakan bahwa orang-orang Arab harus memiliki "kesamaan hak dalam sosial dan politik" dan "kewarganegaraan yang sama dan penuh serta sepadan dalam semua institusi sementara maupun permanen di Israel." Namun ḥok ha-shvūt atau The Law of Return yang dikeluarkan pada 1950, dimulai dengan pernyataan: "Setiap orang Yahudi memiliki hak untuk kembali ke negaranya." Salah satu yang merupakan keberatan orang-orang Palestina adalah mereka tidak dapat melakukan hal yang sama; mereka tidak dapat kembali ke rumah-rumah merka di Israel. Meskipun orang-orang Arab yang tidak pernah meninggalkan Israel, tetapi bagi yang hanya menetap sementara dengan kerabat di perkampungan yang tidak jauh untuk menunggu berakhirnya perang pada tahun 1948, saat ini digolongkan sebagai "orang yang tidak hadir", golongan yang membuat mereka dianggap menetap selamanya di sana. Sehingga rumah dan properti yang ditinggalkan menjadi hak milik Custodian of Absentee Property yang kemudian rumah dan properti tersebut menjadi ketetapan bagi orang-orang Yahudi.

Organisasi-organisasi privat yang melayani para Yahudi, memagang otoritas kebijakan semi-pemerintahan di Israel yang mempengaruhi orang-orang non-Yahudi. Sebagai contohnya adalah HaSochnut HaYehudit L'Eretz Yisra'el atau Jewish Agency, Perwakilan Yahudi untuk Israel, yang menyebut dirinya sebagai "perwakilan Yahudi di Eretz ["tanah"] Israel...perannya dijelaskan...sebagai sukarelawan, organisasi kemanusiaan yang bertanggung jawab dalam hal pemulangan, permukiman dan pembangunan, serta koordinasi dalm menyatukan bangsa Yahudi." JCPA (Jerusalem Center for Public Affairs) atau Pusat Yerusalem untuk Urusan Publik menggambarkan Jewish Agency sebagai "lembaga semi-publik dan sukarela yang berperan banyak, terkadang tumpah tindih dengan yurispendensi fungsional dengan pemerintah." Orang-orang Arab juga mendirikan organisasi yang bernama "Arab Agency," namun tidak memiliki kekuatan semi-pemerintah, contohnya, mengatur kepemilikan Yahudi sebagaimana hukum yang mengizinkan Jewish Agency untuk mengatur kepemilikan orang Arab: Custodian of Absentee Property memberikan kepemilikan orang Arab untuk Jewish Agency, namun tidak memberikan kepemilikan Yahudi untuk Arab Agency. orang-orang Yahudi tidak memiliki properti yang disita sebagai "orang yang tidak hadir" karena bangsa Yahudi, tidak seperti bangsa Arab, memiliki "Hak untuk Kembali" yang tertuan dalam Law of Return.

_____
Dari "Letter to a Deportee"

"Selama dua puluh tahun, saya tidak mengetahui apapun tentang masalah Palestina. Saya berumur satu tahun ketika tiba bersama 50.000 orang Yahudi-Bulgaria yang memutuskan untuk pulang ke negara Yahudi. Saat itu tahun 1948 ketika Israel baru saja lahir. Kami tinggal di kota Ramlah, di sebuah rumah batu yang besar yang pernah dimiliki oleh keluarga Arab... Di belakang rumah terdapat pohon lemon, yang hampir setiap tahun menjatuhkan buahnya... Suatu pagi, tepat setelah Perang Enam Hari, seorang pemuda Arab berdiri di depan pintu depat rumah. Dia berkata, 'Nama saya Bashir el-Kheiri. Rumah ini milik keluarga saya.'

Dia berumur 26 tahun sedangkan saya 20 tahun. Hari itu merupakan yang pertama kali saya bertemu dengan orang Palestina.

Suatu hari - yang tidak akan pernah saya lupakan - saudara Bashir datang ke kota Ramlah bersama ayahnya yang buta. Setelah memasuki pintu gerbang, dia merasakan dengan tangannya dinding rumah. Kemudian dia bertanya apakah pohon lemon masih ada di sana. Dia menuju belakang rumah. Ketika dia meletakkan tangannya di batang pohon yang dia tanami, dia sama sekali tidak mengeluarkan kata-kata. Air mata jatuh membasahi pipinya. Ayahku kemudian memberinya sebuah lemon. Dia menggenggamnya denan kuat ketika dia meninggalkan rumah. Ibu Bashir memberi tahu saya, beberapa tahun kemudian, bahwa jika suaminya sulit tidur, dia selalu berjalan mondar-mandir di apartemen sambil memegang lemon yang sudah tua dan layu tersebut. Ayah saya kemudian memberi lemon yang sama untuknya.

Saya selalu percaya bahwa orang-orang Arab dari kota Ramlah dan kota Ludd telah melarikan diri dari tentara Israel pada tahun 1948, mereka meninggalkan rumahnya layaknya pengecut... Setelah perang tahun 1967, seorang Israel yang ikut dalam pengusiran di kota Ramlah dan kota Ludd memberi tahu kejadian yang sebenarnya terjadi pada Juli 1948. Dia memberi tahu saya bahwa mobil-mobil dengan pengeras suara menyelusuri kota Ramlah untuk mengistruksi penduduknya agar meninggalkan kota. Saya tidak berhenti mencintai negara saya karena hal ini, namun rasa cinta saya kehilangan rasa tidak bersalahnya."
(Dari "Letter of Deportee," diterbitkan oleh The Jerusalem Post pada 14 Januari 1988 yang dikutip dari artikel "The Letter to Bashir" oleh Rene Backmann di New Outlook pada Mei 1998)
_____

Komisi Konsiliasi PBB memperkirakan bahwa 80% dari tanah Israel saat ini merupakan kepemelikan orang-orang Palestina yang disita oleh organisasi-organisasi Yahudi seperti Jewish Agency. Hukum Israel melarang kepemilikan orang-orang Palestina terhadap tanah tersebut. dari semua tanah yang boleh dijual secara resmi di Israel, 67% darinya tidak boleh dijual secara resmi kepada orang-orang Arab, sementara tidak ada pelarangan terhadap penjualan tanah kepada orang-orang Yahudi. Sementara orang-orang Palestina yang merupakan warga negara Israel, merkeka adalah warga negara kelas dua, yang dengan tepat menggambarkan arti hidup di negara yahudi ketika seseorang bukanlah Yahudi. Hal lain di Israel yang membuatnya menjadi negara aparteid adalah pemisahan orang Yahudi dan Arab dalam hal personal. Seperti orang Yahudi dan Arab tidak boleh menikah secara resmi di Israel; pernikahan yang dilakukan di luar negeri tidak diakui oleh hukum Israel.

Bagian 7A (1) dari
Ħukèi Yesód atau Hukum Dasar di Israel secara eksplisit menghalangi warga negara Israel - Arab maupun Yahudi - dari penggunaan sistem demokratis pada pemilihan Israel untuk menantang status lebih rendah dari orang-orang Arab di bawah hukum; Hukum ini melarang yang akan maju ke dalam dunia politik dengan bahasa: "Seorang kandidat tidak boleh mengikuti pemilihan menuju Knesset (badan legislatif Israel) jika memiliki tujuan dan perbuatan, baik tersirat maupun tersurat, sebagai berikut: (1) Penyangkalan terhadap eksistensi Negara Israel sebagai Negara bagi Bangsa Yahudi..." Pada tahun 1989, Pengadilan Tinggi Israel mengeluarkan Justice S. Levine (termuat dalam 1991 Israel Law Review, Bab 25, Hlmn. 219, yang diterbitkan oleh fakultas Hukum Universitas Hebrew di Jerusalem) yang kebanyakan berbicara bahwa aturan yang dimaksudkan dalam hukum ini adalah partai politik tidak dapat mencalonkan kandidat jika bermaksud mencapai pembatalan salah satu doktrin fundamental Negara - yaitu "eksistensi mayoritas Yahudi, pelulusan kecondongan terhadap Yahudi dalam hal pemulangan, dan eksistensi hubungan dekat dan timbal balik antara Negara dan Diaspora Yahudi."

Seseorang dapat hadir untuk negara Yahudi atau untuk persamaan penuh dari orang-orang Yahudi dan orang-orang non-Yahudi di dalam Israel, namun tidak ada yang secara logika bisa menjadi keduanya. Para pemimpin Zionis Israel menggunakan logika ini sebagai senjata untuk melawan orang-orang (Yahudi maupun bukan Yahudi) yang menginginkan persamaan dan demokrasi di Israel. Jika kau mengatakan, kau menginginkan Israel menjadi negara yang betul-betul demokratis dimana Yahudi dan non-Yahudi memiliki kesamaan hak-hak, maka Zionis menuduh bahwa kamu ingin menghapus negara Israel, karena Israel adalah negara Yahudi, bukan negara "semua orang yang hidup disini". Zionis menerapkan penyataan untuk mendukung eksistensi Israel sebagai negara Yahudi; seseorang yang membenci Israel digolongkan sebagai anti-Semitik atau "pembenci" Yahudi. Hal ini membuat siapapun yang percaya pada konsep universal dari persamaan berada pada pihak yang bertahan atau berlawanan dengan kebebasan berekspresi untuk solidaritas antara orang Arab dan Yahudi.

Israel merupakan negara yang sanagt berbeda dengan semua negara yang ada di dunia saat ini. Jika kamu seorang Prancis atau Amerika atau Cina atau Nigerian dan kau mengatakan bahwa kau menginginkan negaramu menjadi tempat dimana semua orang sama di mata hukum dan secara bersama membentuk otoritas tertinggi di negara tersebut, tidak akan ada yang menuduh bahwa kamu ingin menghapus Prancis atau Amerika Serikat, atau apapun itu. Itu karena, seberapa tidak demokratisnya dan dikriminatifnya yang mungkin di negara tersebut, mereka membenarkan eksistensinya berdasarkan negara mengakui semua penduduknya. Tidak ada satupun, sebagai contoh, yang menentang Jim Crow di A.S. diangap sebagai orang yang menyangkal eksistensi A.S. Tapi barang siapa yang membuat analogi yang sama di Israel akan dianggap sebgapi penyangkal eksistensi Israel.

Pendirian negara Yahudi sebenarnya bertentangan dengan nilai universal dalam hal persamaan dan demokrasi. Israel mirip dengan Afrika Selatan di era-aparteid. Israel menuduh para pendukung kesetaraan Arab-Yahudi sebagai pihak yang ingin menghapuskan negara Israel, dan Afrika Selatan menuduh para pendukung kesetaraan kulit hitam dan putih sebagai pihak yang ingin menghapuskan negara Afrika Selatan. Alasannya sama: kesetaraan Arab-Yahudi akan mengganggu pemikiran bahwa Yahudilah yang memiliki otoritas tertinggi di Israel, sebagaimana kesetaraan kulit hitam dan putih akam mengganggu dasar Afrika Selatan dalam hal kedudukan tinggi kulit putih.

Artikel oleh John Spritzler, Should There Be A Jewish State?, pada Agustus 2002 dan ditulis kembali serta dialihbahasakan oleh saya. Artikel belum dituntaskan.